Kamis, 01 November 2012

Masyarakatku Harus Mandiri

Tinggal di tengah lingkungan kampung di pusat kota Yogyakarta yang sarat dengan berbagai jenis pekerjaan, berbagai macam aktivitas rutin keseharian membuat rasanya tak pernah sepi. Hampir setiap hari masyarakat bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, namun ada pula yang tak bekerja dengan alasan mengurus anak. Ada juga yang tak bekerja karena sudah mengandalkan uang pensiun dari suaminya, bisa dibilang hidupnya tinggal menikmati hari tua saja. Namun kenyataan yang ada di masyarakat kampung, baik mereka yang sudah bekerja apalagi mereka yang tak bekerja yang hanya mengandalkan uang dari suami, uang dari anaknya ataupun uang dari pensiunan suami  rasanya mereka semua pernah berhutang. Baik berhutang kepada tetangga di kanan kirinya ataupun berhutang melalui para rentenir.
Memang kebutuhan hidup dengan harga kebutuhan pokok yang semakin tinggi, tingkat konsumerisme masyarakat yang tak bisa dibendung mengakibatkan mereka baik yang sudah bekerja mengalami jumlah pengeluaran lebih besar dari pada pemasukan. Dalam pepatah Jawa berbunyi “gegedhen empayak kurang cagak.” Yang bekerja rutin di kantor ataupun di pabrik-pabrik saja masih berhutang sana-sini untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, ini apa lagi yang tak bekerja, yang hanya mengandalkan uang dari suami ataupun uang dari pensiunan. Bisa dibayangkan mereka akan hutang sana-sini, gali lubang tutup lubang.
Beruntung sekali jika mereka  punya tetangga yang begitu baik yang mau meminjami uang, karena kebanyakan mereka tak pakai bunga. Namun sayang untuk menemukan orang yang rela dan mau dipinjami uang terus menerus jumlahnya tak banyak dan sangat sedikit apalagi masayarakat di kota. Selalu saja ada alasan, wah uangnya baru dipinjam si A, tak punya uang,  belum gajian,” dan masih banyak lagi seribu satu alasan lainnya. Nah masyarakat yang kepepet karena kebutuhan yang mendesak ini lalu tertarik dengan jasa rentenir yang menjamur di masyarakat.  Tak perlu ribet-ribet mengurus, uang langsung ditangan. Masyarakat yang kepepet tentu sangat senang dengan sistem ini. Namun mereka tak sadar berapa bunga yang harus mereka bayar. Dipinjamkan uang  400 ribu bunga sampai 100- 150 ribu. Hari ini terima 400 ribu, lalu minggu depan harus setor 50 ribu sejumlah 10 kali. Celakanya lagi uang yang diterima 400 ribu itu hanya untuk menutup hutang ditempat lain. Saat minggu depan giliran untuk membayar setoran yang 50 ribu sudah tak ada uang.  Cara tutup pintu, pura-pura rumah sepi, sengaja ditinggal pergi merupakan salah satu cara yang sering dilakukan oleh orang. Lari dari tanggung jawab. Mereka menghindar, namun secara tak langsung tak menyelesaikan masalahnya.
Dan untuk kasus ini pula yang semakin memperhatinkan di masyarakat, mereka tak hanya berhutang di salah satu rentenir saja, mereka berhutang lebih dari satu. Bahkan di depan rumah saya, dari hari Senin sampai Sabtu selalu dikunjungi rentenir untuk menarik angsuran. Ada yang satu hari malah dua rentenir  yang mengunjunginya, untuk menagih setoran yang berbeda.  Jika mau dihitung totalnya, satu bulan tetangga depan rumah saya itu bisa mengeluarkan uang hampir satu juta untuk para rentenir. Jumlah yang besar, maksud hati mau mencukupi kebutuhan hidup, namun justru malah menyengsarakan. Dan itu tak disadari oleh mereka, berapa jumalah uang  yang mereka keluarakan buat mengasur cicilan hutang.
Sungguh keprihatinan sendiri yang terjadi di masyarakat, mereka masuk dalam rantai yang secara tak langsung  akan membebani mereka. Butuh penyadaran agar mereka berani  memutuskan tali ketergantungan terhadap para rentenir.  Rentenir tak akan menyelesaikan masalah, malah menambah beban hidup mereka. Mendidik masyarakat untuk menyelesaikan masalah secara tepat merupakan salah satu langkah untuk membuat masyarakat menjadi mandiri. Penyadaran manajeman keuangan rumah tangga perlu diingatkan kembali. Proses penyadaran lewat pertemuan arisan di RT, pertemuan ibu-ibu PKK mengenai manajemen keuangan rumah tangga perlu terus dialakukan. Bagaimana menyeimbangkan besarnya pemasukan dengan pengeluaran yang tak berat sebelah.
Ajakan gerakan untuk menabung, di masyarakat juga harus terus dilakukan. Sebagai bentuk usaha untuk mengurangi uang jajan sehari-hari, sambil secara tidak langsung memberikan contoh kepada anak-anaknya. Berusaha menyisakan  uang untuk menabung, untuk keperluan pendidikan, keperluan jangka panjang dan untuk membayar kebutuhan yang tak terduga.
Jika dihitung-hitung ternyata besarnya pengeluaran tiap bulan lebih banyak dibandingkan dengan pemasukan. Maka perlu dipikirkan  bagaimana cara untuk menghemat pengeluaran yaitu mengurangi pola konsumtif untuk kebutuhan yang tidak perlu. Perlu juga bagaimana cara untuk menambah pemasukan dengan cara yang halal. Dengan usaha yang kira-kira mampu untuk dilakukan.  Bukan cara singkat hutang melalui rentenir. Maka disinlah perlunya bank-bank besar nasional ataupun swasta untuk turun ke masyarakat. Karena selama ini bank-bank besar serasa jauh dan sulit dijangkau oleh masyarakat. Memberikan modal bagi masyarakat kecil ataupun kelompok masyarakat untuk membuka usaha merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Salah satu usaha yang bisa dilakukan dengan mudah yaitu usaha jualan makanan-makan kecil seperti ceriping Gethuk dari Muntilan yang dibeli dari pembuatnya seharga Rp.4.000,00. Setelah sampai di Jogja bisa dijual seharaga Rp 8.000,00. Dan mungkin masih banyak lagi jenis-jenis makanan kecil dari daerah lain yang jika di jual di kota asal akan laku.  
Dengan melalaui pertemuan rutin ibu-ibu PKK yang diadakan rutin setiap bulan mungkin dapat dilakukan oleh bank-bank dalam menyalurkan kredit ke masyarakat. Bukan hanya menyalurkan kredit, namun juga yang tak kalah pentingnya menyadarkan masyarakat untuk pentingnya menabung.  Dengan menabung secara tak langsung membuat masyarakat menjadi mandiri. Saat masyarkat menjadi mandiri, masyarakat tentu tak lagi bergantung pada rayuan rentenir. Semoga dengan usaha Bank Mandiri  untuk semakin dekat dengan masyarakat, akan semakin membuat masyarakat pada khusunya dan bangsa Indonesia menjadi lebih mandiri.
“Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog dari http://www.bankmandiri.co.id dalam rangka memperingati HUT Bank Mandiri ke-14. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan merupakan jiplakan.“











Tidak ada komentar:

Total Tayangan Halaman

Persembahan Hati