Senin, 02 Januari 2012

Antara tetesan air hujan dan bersyukur

Photobucket

Hujan sejak sore hingga malam belum berhenti. Gelap dan dinginnya malam menambah orang tak beranjak dari rumah. Badan yang mulai renta mulai direbahkan di atas gelaran tikar. Sambil pandangan melihat ke atas genting rumah. Terlihat genting rumah sudah mulai rapuh, air hujan sudah mulai meresap ke beberapa genting rumah. Tetes demi tetes air sudah tak terhitung di sana-sini. Ember, panci, sudah terpakai semua tuk menampung tetes air hujan. Entah apa jadinya jika hujan turun berhari-hari, mungkin rumah ini sudah bak kolam penampungan air. Namun apalah daya, hanya satu-satunya gubuk yang dipunya. Itupun gubuk dari sewa tanah. Jika sewaktu-waktu disuruh angkat kaki ya, mau tak mau harus pergi. Pikiran yang lagi menerawang tentang hari esok buyar karena tetesan air yang mengenai kepalanya. Digesernya lagi tikar ke tempat yang belum terkena tetesan air hujan. Entah sudah berapa kali ia berpindah tempat tuk menghindari dari tetes air hujan.

Walaupun tidur dalam tempat terbatas, ia tetap bersyukur karena masih ada tempat berteduh. Ia pun duduk sambil menambah minyak tanah pada lampu teplok yang mulai redup cahayanya. Satu-satunya penerang di gubuk kecil itu hanyalah lampu teplok yang sebagian kacanya telah pecah. Di kala hujan yang tak kunjung berhenti, pikirannya tertuju pada orang-orang yang tak punya tempat tinggal. Tak dipungkiri di jaman sekarang masih ada orang yang belum punya tempat tinggal. Emperan toko, kolong jembatan tak jarang menjadi tempat berlindung di kala malam. Lantas apa jadinya jika hujan lama berhentinya? Tak dipungkiri bagaimana mereka beristirahat, tentu dengan posisi tak leluasa. Duduk sambil melipat kakikah? Berjongkok dengan posisi tangan memegang kaki sambil menarik selimutkah? Atau posisi empet-empetan tuk menghindari tetes air hujan? Lalu apa jadinya jika mereka punya balita dan anak-anak yang masih kecil? Ia pun terdiam sambil berjalan membuang panci yang telah penuh dengan tetes air hujan.

Tanpa disadari dari tetes demi tetes air hujan yang jatuh ke dalam rumah, Tuhan dapat berbicara dengan kita. Lewat tetes air hujan, kita diingatkan sudahkah kita mengucap syukur dengan apa yang selama ini kita peroleh dan kita nikmati? Walaupun dalam keterbatasan kita, jangan pernah kita lupa tuk mengucap syukur.

Marilah kita berdoa bagi saudara-saudara kita yang saat ini belum punya tempat tinggal. Semoga api cinta Tuhan kan mampu menghalau dinginnya malam. Semoga dekapan kasihNya kan mampu melindungi dari tetesan air hujan.

Tidak ada komentar:

Total Tayangan Halaman

Persembahan Hati