Kamis, 10 November 2011

Mentari dan tanah

rintik hujan

Akhirnya mentari mulai menampakan batang hidungnya setelah beberapa hari bersembunyi dibalik mendung. "Selamat pagi mentari," sapa sang tanah mengawali perjumpaan di hari ini. "Sudah tiga hari ini tubuhku tak henti-hentinya diguyur oleh hujan, badan ku sudah lembab, tak ada panas dari mu mentari yang menghangatkan tubuhku. Lihatlah semua permukaan tanah masih basah dan dingin." gerutu si tanah. Mentari hanya tersenyum mendengar keluhan tanah, lalu dia berkata, "Hai tanah, lihatlah aku ini, apakah aku punya tangan yang mampu menyibakan awan mendung yang berada di depanku? Apakah aku bisa berjalan seenaknya untuk menghindari awan yang menutupi ku? Tidak tanah, aku di atas hanya pasrah jika awan mendung menutupiku, berharap juga angin segera membawa pergi awan agar aku bisa menyinari bumi. Semuanya itu sudah ada yang mengatur, dan aku hanya bisa menjalani dengan senang hati.

Memang hari-hari terakhir ini hujan hampir turun sepanjang hari, cahayaku pun tak kunjung sampai ke bumi karena tertutup awan mendung yang hampir merata di cakrawala. Namun coba lihatlah lebih dalam, hujan yang turun selama beberapa hari ini mampu menaikan permuakaan air tanah. Sumur-sumur mulai kembali terisi persediaan air tanahnya, sehingga sumur tak jadi kering. Berkat kamu tanah, air hujan yang turun beberapa hari ini, ada yang diresapkan di dalam tanah, dan akhirnya mampu menambah jumlah persediaan air di dalam perut bumi. Perjuanganmu menahan dinginnya aliran air yang turun perlahan demi perlahan ke lapaisan tanah paling dalam membuahkan hasil. Lihat manusia tak kesulitan mencari sumber air. Berbeda dengan jalan-jalan yang sudah di beton dan di aspal, air hujan yang turun langsung berlalu begitu saja menuju saluran pembuangan air. Mereka tak menyerap air hujan sebanyak yang telah kamu lakukan. Maka itu syukurilah, berkat kamu harapan ketersediaan air tanah masih tetap terjaga. Melayani dengan tulus memang menutut pengorbanan yang tentu tak mudah. Namun jika dilaksanakan dengan penuh suka cita, rasanya pengorbanan yang dilakukan menjadi tak berasa." kata mentari. Tanahpun mengangguk-angguk tanda mengerti, dan raut mukanya yang muram berganti dengan ceria, sambil matanya memandang orang yang lagi menimba air di sumur.
Photobucket

Tidak ada komentar:

Total Tayangan Halaman

Persembahan Hati