Jumat, 25 November 2011

Belajar dari gumpalan awan

cloud

Melihat awan mengingatkanku bahwa hidup itu selalu berubah. Bahwa setiap hari selalu ada hal baru yang selalu dijumpai. Tak ada bentuk awan yang selalu sama setiap hari. Setiap saat awan berubah menurut angin yang menghembuskannya. Berubah menurut kandungan uap air yang tersimpan di dalamnya.

Kadang awan terlihat putih bersih, kadang pula terlihat kelam, atau terlihat warna abu-abu. Kadang terlihat bergumpal-gumpal besar seperti kawanan domba, namun kadang tergores tipis menghiasi langit biru.

Melihat sekumpulan awan di angkasa terkadang membuat manusia yang memandangnya menerka-nerka. Wah, sebentar lagi mau turun hujan. Aduh pasti akan ada badai di hari ini. Ah langit sungguh cerah tak ada awan yang menutupi, pasti hari ini tak turun hujan.

Sering pula orang membuat imajinasi tentang bentuk awan. Wah awannya kayak bentuk wajah orang ya, atau sering orang mengatakan itu awan seperti bentuk hewan.

Entah apa jadinya jika langit tak ada awan. Hanya warna biru yang membentang. Hanya ada panas yang menyengat, tak ada awan yang mentupi sang surya, untuk sekedar beteduh bagi makhluk yang ada di bawahnya. Tak ada awan kelabu yang mengantung di angkasa, tak akan ada hujan yang akan jatuh membasahi bumi.

Hidup dapat diibaratkan bak awan. Seringkali hari ini kita tampak ceria, bak awan putih bersih. Namun dikala ada masalah sering kali seperti awan yang kelabu, wajah murung dan bawaannya ingin marah. Tak ayal orang-orang berharap tak menemui kita, mereka buru-buru menjauh dari kita.

Hari ini kita dapat menjadi tempat yang teduh bagi sesama. Namun dilain hari kita menjadi orang yang membutuhkan tempat untuk mencurahkan isi hati, beban persoalan kepada sahabat kita. Seperti awan kelam yang mencurahkan hujan kepada permukaan tanah. Setelah semua dicurahkan berharap akan menjadi awan yang putih. Beban persoalan terasa menjadi ringan.

Terkadang hari ini orang-orang memandang kita sombong, namun orang lain memandang kita biasa-biasa saja. Tak perlu menyalahkan mereka, tak perlu jengkel dan mencaci maki, karena mereka berhak menilai atas diri kita. Ingatlah setiap orang mempunyai penilaian yang berbeda-beda. Seperti orang yang mempunyai imajinasi beraneka macam ketika melihat gumpalan awan. Justru semuanya itu kita jadikan sarana instropeksi diri, untuk selalu melihat diri kita sebelum kita menilai orang lain.

Sambil mendengarkan lantunan lagu Negeri Di Awan, sudahkah kita menjadi awan-awan kecil bagi sesama kita? Awan walaupun kecil selalu punya arti penting dalam kehidupan ini. Mari kita belajar dari awan yang selalu menemani kita setiap hari.
Photobucket

Tidak ada komentar:

Total Tayangan Halaman

Persembahan Hati