Sabtu, 28 Mei 2011

Sri kitri werdi ndadi.

Sri kitri werdi ndadi.

ferd.wakidjan

” Sri kitri werdi ndadi, endhek-endhek mentua, dhuwur-dhuwur ndadiya.” Demikian mantra seorang kakek sewaktu bersama cucunya menanam cikal ( bibit kelapa) di kebunnya. Tertarik akan hal tersebut seorang pemuda mendekat dan bertanya. ”Lho mbah , sampun sepuh kok taksih nanem klapa , kangge sinten?” ( Lho kek sudah tua kok masih menanam kelapa, untuk siapa). ”Lho, krambil sing saiki dianggo bumbu kae, aku ora rumangsa nandur, lan ora ngerti sapa sing nandur, ning aku kok ya melu ngrasakake!” jawab si kakek. ( Lho kelapa yang sekarang untuk bumbu, saya tidak merasa mananam, dan tidak tahu siapa yang menanam, akan tetapi saya juga ikut marasakan). ”Inggih nggih mbah,” jawab pemuda mengamini ucapan kkakek. Lebih penasaran lagi, sewaktu kakek menaruh bibit kelapa di dalam lubang, terdengar kata-kata indah dalam bahasa Jawa, sehingga pembicaraan berlajut: ” Simbah wau wekdal nanem mungel pripun?” ( Simbah waktu menanam berkata apa) tanya pemuda dengan bahasa Jawa yang kurang baik. Simbah menjawab agak panjang, kalau dialih bahasakan menjadi: Sri kitri= segala tanaman atau tumbuhan, endek-endhek metua = kalau tumbuh rendah ( kuntet) berbuahlah, dhuwur-dhuwur ndadiya= kalau tumbuh tinggi dan subur, berbuahlah yang lebat. Maksudnya, apabila tanaman ini tumbuh rendah, berbuahlah. Sedang kalau tumbuh tinggi dan subur berbuahlah yang lebat. Semua karya, usaha dan upaya dalam rangka mencukupi hidup dan kehidupan, harus bertumpu pada doa. Mohon kepada yang membuat hidup dan kehidupan yana berada di atas sana. Siapa saja yang memulai pekerjaan harus melambarinya dengan doa pengharapan. Juga perlu dimengerti, bahwa hidup ini tidak berakhir pada suatu titik menurut manusia. Titik kehidupan ditentukan oleh Yang Maha Kuasa. Jangan hanya memikirkan diri sendiri. Rawatlah alam yang disediakan Tuhan untuk umat manusia. Manusia tidak boleh serakah dan egois, yang ini aku yang membuat, yang ini aku yang menghabiskan. Alam masih di manfaatkan oleh anak cucu. Tanaman yang kita tanaman hari ini biarlah anak cucu yang “ ngundhuh”.

”Tanamlah kebaikan, nanti kita akan menuai kebaikan. Dan biarlah kebaikan yang telah kita tanam dinikmati oleh orang lain, atau keturunan-keturunan yang akan lahir di kemudian hari.”

Tidak ada komentar:

Total Tayangan Halaman

Persembahan Hati