Jumat, 20 Mei 2011

berkurban itu indah

Rubrik PIA

Berkurban Itu Indah

Musim Hujan sudah berlangsung hampis satu tahun ini, sehingga dimana-mana pepohonan tampak menjadi hijau. Seekor ulat menyeruak diantara daun-daun hijau yang bergoyang-goyang diterpa angin. “Apa kabar daun hijau!!!” katanya. Tersentak daun hijau menoleh kearah suara yang datang. “Oo, kamu ulat, badanmu kelihatan kecil dan kurus kenapa?” tanya daun hijau. “Aku hampir tidak mendapatkan dedauanan untuk makananku. Semua daun di pepohonan yang aku datangi mereka tidak mau sedikitpun memberi makan ke aku. Mereka tidak merelakan jika daunnya menjadi berlubang gara-gara aku makan. Karena daun yang berlubang kecil akan mengurangi keanggunan dan keelokan mereka. Aku sudah berjalan jauh dari pohon satu ke pohon lainnya, tetapi tetap saja mereka tidak memberiku makanan. Kalau dilihat satu pohon saja akan memiliki puluhan bahkan ratusan jumlah daun, aku minta bagian kecil saja, ya tidak sampai menghabiskan satu tangkai daun saja itupun tidak ada yang mau. Bisakah engkau membantuku sobat?” kata ulat kecil “Tentu…tentu… mendekatlah kemari.” Daun hijau berpikir jika aku memberikan sedikit dari tubuhku ini untuk makanan si ulat aku akan tetap saja hijau, hanya saja aku akan kelihatan berlubang disana-sini, tapi tak apalah.
Perlahan-lahan ulat mengerakan tubuhnya menuju daun hijau. Setelah makan dengan kenyang, ulat berterima kasih dengan daun hijau yang telah merelakan bagian tubuhnya menjadi makanan si ulat. Ketika ulat mengucapkan terima kasih kepada daun hijau, ada rasa puas di dalam diri daun hijau. Sekalipun tubuhnya kini berlubang disana-sini, namun ia bahagia bisa berkurban bagi ulat kecil yang lapar. Tak berapa lama setelah ulat kecil itu pergi, daun-daun lain mengejek perbuatan si daun itu. “hei lihatlah sekarang tibuhmu jadi berlubang-lubang, kamu sudah tidak pantas lagi bergabung bersama kami. Orang yang memandang mungkin akan mencela pohon ini. Sudah tidak ada keindahan di pohon ini gara-gara kamu.” Si daun pemberi makan ulat hanya terdiam saja. Hari demi hari celaan dan makian selalu diterima si daun, tetapi sidaun hanya diam dan tidak membalas celaan mereka.
Tak lama berselang ketika musim panas datang, daun-daun yang dulunya hijau kini berubah warna menjadi kuning lalu menjadi kering dan akhirnya berguguran jatuh ditanah. Begitupula dengan daun pemberi makan ulat tadi juga akhirnya jatuh di tanah bersama dengan daun-dauan yang suka mencela. Mereka berserakan di tanah, lalu orang menyapunya dan membakarnya.

Adik-adik cerita tentang daun yang murah hati tadi mengingatkan kita untuk selalu berbagi dengan sesama yang membutuhkan..daun hijau yang baik mewakili orang-orang yang masih mempunyai “hati” bagi sesaamanya. Yang tidak menutup mata ketika melihat sesamanya yang dalam kesulitan, yang tidak membelakangi dan seolah-olah tidak mendengar ketika sesamanya minta tolong . Ia rela melakukan sesuatu untuk kepentingan orang lain dan sejenak mengabaikan kepentingan diri sendiri. Merelakan kesenangan dan kepentingan diri sendiri bagi sesama memang tidak mudah. Ketika kita berkurban, diri kita sendiri menjadi seperti daun berlubang, namun itu sebenarnya tidak mempengaruhi hidup kita, kita akan tetap hijau. Tuhan akan tetap memberkati dan memelihara kita. Bagi daun hijau, berkurban merupakan merupakan satu hal yang mengesankan dan terasa indah. Dia bahagia bisa melihat ulat tersenyum karena pengorbanan yang ia lakukan. Daun hijau yang baik hati melakukan karena ia menyadari bahwa ia tidak selamanya tinggal sebagai daun hijau. Suatu hari ia akan kering dan jatuh di tanah. Demikian hidup kita, hidup ini hanya sementara, kemudian kita akan mati. Itu sebabnya isilah hidup ini dengan perbuatan-perbuatan yang baik. Tuhan Yesus sendiri sampai mengorbankan hidupnya di kayu salib karena cintanya terhadap kita. Semoga Paskah tahun ini kita diingatkan kembali akan semangat berkurban dan melayani bagi sesame kita. Selamat paskah adik-adik…
-si gal-

Tidak ada komentar:

Total Tayangan Halaman

Persembahan Hati